Minggu, 08 November 2009
BOSO JOWO MENGALAMI KEPUNAHAN
Apa jadinya apabila sebuah bahasa makin tidak dikuasai? Tentu akan terjadi banyak kemunduran dalam segala hal yang berkaitan dengan bahasa itu. Kalau yang semakin tidak dikuasai adalah bahasa pemrograman maka kualitas program yang dibuat dengan bahasa pemrograman itu tidak akan sebagus program yang dibuat oleh pemrogram yang menguasai sepenuhnya bahasa pemrogramannya. Apabila yang semakin tidak dikuasai adalah bahasa sebuah suku/bangsa maka secara evolutif bahasa itu akan mengalami kepunahan.
Apa yang terjadi kalau Java Language makin tidak dikuasai?
Ini bukan bicara mengenai Java Language yang biasa dipergunakan untuk membuat aplikasi berbasis Java melainkan obrolan tentang Boso Jowo alias Bahasa Jawa yang nampaknya semakin mengalami kemunduran dalam penguasaannya. Kang Kombor sendiri yang merupakan peranakan Jawa dan Sunda tidak sepenuhnya menguasai Bahasa Jawa. Bahasa Sunda? Lebih tidak menguasai lagi. Kang Kombor tidak menguasai boso kromo inggil karena jiwa Kang Kombor yang penuh perlawanan terhadap segala macam aspek feodalisme Kang Kombor tidak biasa menggunakan tataran bahasa yang paling tinggi itu dalam bertutur. Ini baru satu contoh saja. Ada lebih banyak contoh-contoh dari semakin tidak dikuasainya Boso Jowo.
Aksara Jawa Tidak Dikuasai
Aksara Jawa yang konon dibuat oleh Ajisaka yang berhasil mengalahkan Prabu Dewatacengkar dari Medangri saat ini tidak dikuasai oleh sebagian besar penutur Bahasa Jawa. Kang Kombor sendiri sempat menguasasi dengan cukup bagus — bisa menulis dan membaca aksara Jawa — pada saat sekolah di SD dan SMP. Begitu lepas SMP, kemampuan menulis dan membaca aksara Jawa semakin hilang. Saat ini, Kang Kombor hanya bisa mengingat huruf-huruf aselinya saja yang berbunyi hana caraka, data sawala, padha jayanya dan magabathanga. Huruf matinya yang perlu dipangku Kang Kombor tidak ingat lagi. Begitu pula dengan angka dan tanda baca.
Hanya huruf-huruf Jawa di atas yang Kang Kombor kuasai penulisan dan pembacaannya. Pelengkap yang lain tidak Kang Kombor kuasai.
Penulisan kata-kata Jawa dengan aksara latin tidak sesuai ejaan aselinya dalam Bahasa Jawa
Kang Kombor tidak tahu apakah kesalahan-kesalahan penulisan kata-kata dalam Bahasa Jawa yang dilakukan oleh anak-anak SD dan SMP di Jawa saat ini disadari oleh guru Bahasa Jawa mereka atau tidak. Yang Kang Kombor temui adalah kesalahan-kesalahan tersebut begitu banyak terjadi dan tentunya hal itu harus dikoreksi. Contoh penulisan-penulisan yang salah itu adalah:
Ejaan Yg Salah Ejaan Yg Benar Arti
Gerobak Gerobag Gerobak
Gobak Sodor Gobag Sodor Permainan benteng-bentengan
Endok/endhok Endhog Telur
Menthok Menthog Entok/itik
Katok Kathok Celana
Dawet Dhawet Dawet
Kata-kata dalam Bahasa Jawa yang berakhiran huruf Ga banyak yang ditulis dengan huruf Ka yang dipangku. Kemudian, anak-anak sekarang tidak bisa membedakan kapan harus menggunakan Da atau Dha serta Ta dengan Tha. Dalam bahasa tutur, kemungkinan pengucapannya tidak salah akan tetapi ketika menulis ternyata salah. Kesalahan ini diakibatkan karena semakin kurangnya bacaan-bacaan dalam Bahasa Jawa maupun kurangnya praktek menulis dan membaca dengan akasara Jawa. Zaman Kang Kombor kecil dulu ada majalah Djaka Lodhang dan Mekar Sari yang merupakan majalah berbahasa Jawa. Akan tetapi, saat ini kedua majalah itu sudah sulit ditemukan. Masyarakat Jawa sendiri sudah semakin sedikit yang mau berlangganan majalah-majalah seperti itu.
Bahasa daerah harus dilestarikan
Setiap bahasa daerah yang ada di Indonesia ini harus dilestarikan. Bangsa Jawa, Sunda dan Bali memiliki aksara dari unsur yang sama. Bangsa Batak memiliki huruf Batak. Kang Kombor yakin masih banyak lagi suku bangsa di Indonesia ini yang bahasanya memiliki aksara. Semua bahasa daerah dan seluruh kelengkapannya harus dilestarikan supaya tidak punah. Sungguh malang melihat sebuah bahasa menjadi punah padahal bangsa penutur bahasa itu sebenarnya masih hidup.
Menurut Kang Kombor, kita pantas menangisi apabila ada bahasa-bahasa daerah yang hilang atau punah karena akan semakin mengurangi kekayaan budaya kita. Apalagi konon 300 dari 6000 bahasa daerah di dunia akan punah. dari 6000 bahasa daerah itu, 700-nya berada di Indonesia.
Kang Kombor bukan seorang ahli bahasa atau pun ahli budaya. Akan tetapi, boleh dong kalau menyarankan untuk melestarikan bahasa-bahasa nusantara. Caranya bagaimana? Hehehe… jujur saja Kang Kombor googling tetapi tidak mendapatkan makalah tentang pelestarian bahasa. Kalau dapat kan tinggal dibuatkan tautnya ke sana.
Yah… gimana lagi, terpaksa deh Kang Kombor berikan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan bahasa daerah. Daripada dikatakan nyampah di internet, nyebar-nyebar wacana tanpa memberi solusi… Halah blaik tenan to, nek ngono? Ya sudah, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan bahasa nusantara diantaranya:
* Penyusunan Kamus Bahasa Daerah.
* Penyusunan Buku Tata Bahasa Daerah.
* Penuturan dan pengajaran bahasa daerah melalui keluarga.
* Penuturan dan pengajaran bahasa daerah melalui masyarakat. Untuk masyarakat yang tinggal di daerah aseli penutur bahasa, ini lebih mudah dilakukan.
* Pengajaran Bahasa Daerah melalui pendidikan formal. Biasanya selama pendidikan dasar.
* Pelestarian kesenian daerah.
* Mendorong penggubahan lagu-lagu berbahasa daerah.
* dll
Dll artinya masih banyak upaya lain yang bisa dilakukan untuk melestarikan bahasa daerah. Kang Kombor yakin ada ahli bahasa dan ahli budaya yang lebih mampu untuk memaparkan strategi pelestarian bahasa daerah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar